SELAMAT DATANG DI BLOG PMII PK BUDI UTOMO MALANG & SELAMAT ATAS TERPILIHNYA KETUA RAYON JONG JAVA, SEMOGA SELALU KONSISTEN DALAM MENJALANKAN AMANAH YANG DIBERIKAN

Aswaja dan Nilai dasar pergerakan

Kamis, 22 November 2012


A. TA’RIF ASWAJA
Mungkin Ibnu Majah tidak akan menyangka jika salah satu hadits yang dia bukukan akan menjadi polemik yang berkepanjangan di kalangan pemikir Islam . Sebuah hadits yang sampai saat ini sering digunakan sebagai klaim kebenaran aliran Islam tentang keberadaan satu-satunya golongan dalam agama Islam yang selamat yaitu Ma ana ‘alaihi Wa ash-haabih yang kemudian diidentikkan dengan istilah ahlussunnah wal Jamaah, terlepas kontrofersi akan keshohihan hadits tersebut. Yang jelas istilah Aswaja (ahlussunnah Wal Jamaah) yang dilahirkan dari rahim hadits tersebut pada perkembangan sejarah selanjutnya telah merambah pada wilayah ‘Ilmu Kalam  terus masuk pada wilayah Madzhab dan bahkan kini telah dijustifikasi atau mungkin dipaksakan untuk menjadi sebuah ideology.
      Ahlussunnah Wal Jamaah
(bukan ahlus sun wal Jima’) yang lahir dan berproses dalam sejarah , saat ini telah menjadi sebuah term yang tidak jelas, sulit didefinisikan dan terkesan mengalami penyempitan makna dan pengingkaran terhadap factor histories. Untuk itu perlu kiranya kita mencoba membedah dan mendudukkan istilah tersebut secara arif dan jujur dalam rangka membangun kembali esensi aswaja untuk bisa dijadikan Manhajul Fikri seperti yang telah dirintis oleh kang  Said  Aqiel  Siradj
Pada tahun 1995  yang  sebenarnya  sangat  tepat  untuk  dibawa pada sebuah pendekatan ideologi .
  1. PENGERTIAN DAN HISTORISITAS
Ahlussunnah jika dipilah secara Harfiah bisa dibagi menjadi dua istilah yakni ahlussunnah dan Al Jamaah. Ahlussunnah dapat didefinisikan sebagai berikut :
  1. Golongan yang mewarisi hadits Nabi yang shohih (Duhr Al Islam, Ahmad Amin),
2.     Semua yang berasal dari Nabi
3.     Pengikut Nabi
Sedang beberapa pendefinisian Al Jamaah yang bisa kami tampilkan disini antara lain :
  1. Mayoritas umat Islam, Jamaah terbesar dan umat terbesar (Sadru syarih Al Mahbubi)
2.     Jalan yang di bangun oleh para shahabat Nabi (Imam Zubaidi)
3.     Al I’tishan (Syatibi) , al jamaah menyangkut lima pengertian
a.     Shohabat
b.     Ulama’ Mujtahid
c.     Kesepakatan kaum Muslimin
d.     Umat Islam dengan satu kepemimpinan
e.     Umat Islam Mayoritas
Dari berbagai pendekatan definisi tersebut, dapat diambil pengertian secara tekstual bahwa Ahlussunnah Wal Jamaah adalah :
Golongan kaum Muslimin yang mengkikuti jejak Rasulullah dan shahabat dalam membangun metode pemahaman, dan menafsirkan  nash
Selain itu ada banyak lagi pendefinisian istilah aswaja , misalnya yang di identikkan dengan manhaj salaf, seperti yang dilontarkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah dalam kitab Majmu’ Fatawa , beliau menyatakan bahwa Aswaja adalah manhaj yang mengikuti atsar Rasulullah secara dhahir dan bathin, para khulafaurrasyidin dan meninggalkan segala bid’ah yang bukan dari Rasulullah.
      Dari dua pendefinisian ini dirasa cukup representatif sebagai bahan ilustrasi awal dan tidak perlu diperdebatkan lagi berbagai perbedaan yang tidak substansi akan berbagai definisi harfiah maupun istilah yang ada dan berkembang dalam khazanah Islam. Dan untuk berikutnya mari kita lihat sekilas sejarah dan realitas kemunculan dan perkembangan paham Ahlussunnah wal Jamaah demi untuk mendapatkan pemahaman yang lebih utuh.
Meskipun secara panjang lebar sejarah kemunculan aswaja sebagai sebuah paham adalah semenjak terjadinya perseteruan antara Ali bin Abi Tholib dengan Mu’awiyah, yang kemudian muncul kelompok khowarij dan murji’ah hingga mu’tazilah, namun kita akan melihat lebih jelas pada kemunculan paham aswaja yang dibawa Abu Hasan al Asyari (873-935 H). Beliau pada awalnya adalah tokoh utama paham Mu’tazilah di Basrah murid dari Al Juba’i. Kompetisi teologi pada saat itu memang sangat menguntungkan bagi kaum mu’tazilah sehingga menempatkan paham itu sebagai ideology Negara. Sedangkan golongan/komunitas ahlu hadits sebagai salah satu unsur penting pembentuk paham aswaja pada saat itu sangat termarginalkan bahkan mengalami tekanan berat oleh penguasa. Sampai pada saat kepemimpinan Daulah Abasyiah berada di tangan Al Mutawakil ,ideology Mu’tazilah mengalami penggusuran dan disatu sisi paham Ahlul Hadits mulai mendapat tempat.
Asy’ari yang kemudian meninggalkan paham mu’tazilah dan membuat sebuah rumusan pemahaman kalam (yang dikenal dengan paham Asy’ariah) dan mendudukkan secara arif mengenai ; salafiah(tekstualis) vs ahlur ra’yu(rasionalis), jabariah(fatalism) vs qadariah (Freewillism). Dia membangun rumusan kalam dan melakukan sintesis terhadap pemahaman mu’tazilah yang sangat menkedepankan akal dan logika dengan paham ahlu hadits (Ahmad bin Hambal dkk) yang cenderung tekstual terhadap pemahaman agama. Hal ini tampak jelas dalam 2 kitab yang dia susun yaitu Al Istihsan yang berisi tentang perlunya penggunaan Ilmu Kalam dan Mantiq (logika/akal) dalam menyentuh ajaran Islam, serta Al lbanah yang tentang keterbatasan akal (rasionaltas) dalam memahami ajaran Islam.
      Paham asy’ariah yang berisi berbagai konsep berfikir dan kerangka metodologis kalam dalam membaca ajaran islam baik menyangkut masalah ilahiyah maupun insaniyah tersebut kemudian berkembang pesat dan semakin dibesarkan oleh tokoh-tokoh pemikir Islam di era sesudahnya seperti Al Juwaini, Al Baqillani , dan Imam Ghozali. Bahkan Al Ghozali sebagai salah satu Tokoh utama kaum sunny, lewat Ihya’ Ulumuddin-nya bisa menempatkan tasawwuf secara proporsional ditengah konfrontasi Ilmu tashawuf antara tashawwuf salafi dan falsafati sehingga beliau mendapat gelal Hujjattul Islamm (sumber rujukan umat Islam), dan hal ini semakin memperkuat posisi Aswaja sebaga paham yang dianut mayoritas umat Islam sampai saat ini.
      Sejak itulah Aswaja sebagai sebuah pemahaman komprehensif seolah-olah sudah dikatakan final dalam membangun tauhid Islam, bahkan telah termaterialkan dalam segala produk-produk ijtihad  baik diwilayah I’tiqod maupun syariat. Namun rupanya sukses kaum sunny dalam mengusung  Aswaja sehingga bisa diterima umat Islam tersebut malah membawa dampak pada kemunduran dan penyempitan Aswaja dimana sejarah telah mengawalinya sebagai sebuah metodologi pemahaman menjadi sebuah madzhab yang kaku dan ekslusif. Dan hal ini semakin parah ketika kemudian diiringi dengan bermunculannya berbagai organisasi gerakan Islam yang menempatkan Aswaja sebagai Madzhab yang dibakukan dengan berbagai versi yang berbeda.
Untuk itu  perlu kita ungkap kembali sejarah dan kita bongkar bagaimana aswaja lahir dalam khazanah Islam dalam rangka untuk menempatkan aswaja sebagaimana mestinya, bukan merupakan aqwal yang sudah final.


BASWAJA SEBAGAI MANHAJUL FIKR DAN TRANSFORMASI SOSIAL
Sebagai upaya ‘kontektualisasi’ dan aktualisasi aswaja tersebut, rupanya perlu bagi PMII untuk melakukan pemahaman metodologis dalam menyentuh dan mencoba mengambil atau menempatkan Aswaja sebagai ‘sudut pandang/perspektif’ dalam rangka membaca realiatas Ketuhanan, realitas manusia dan kemanusiaan serta realitas alam semesta. Namun tidak hanya berhenti sampai disitu , Aswaja sebaga Manhajul Fikri harus bisa menjadi ’busur’ yang bisa menjawab berbagai macam realitas tersebut sebagai upaya mengkontekstualisasikan  ajaran Islam sehingga benar-benar bisa membawa Islam sebagai rohmatan Lil Alamin, dengan tetap memegang tiga prinsip dasar  Aswaja , yaitu  :
1.    Tawasuth .
Moderat, penengah . Selalu tampil dalam upaya untuk menjawab tantangan umat dan sebagai bentuk semangat ukhuwah sebagai prinsip utama dalam memanivestasikan paham Aswaja.
2.  Tawazun
Penyeimbang. Sebuah prinsip istiqomah dalam membawa nilai-nilai aswaja tanpa intervensi dari kekuatan manapun, dan sebuah pola pikir yang selalu berusaha untuk menuju ke titik pusat ideal (keseimbangan)
3.  Tasamuh
Toleransi, sebuah prinsip yang fleksibelitas dalam menerima perbedaan, dengan membangun sikap keterbukaan dan toleransi. Hal ini lebih diilhami dengan makna “lakum dinukum waliyadin” dan “walana a’maluna walakum a’maluku”, sehingga metode berfikir ala aswaja adalah membebaskan, dan melepaskan dari sifat egoistik dan sentimentil pribadi ataupun bersama.
4.    Al i’tidal
Keadilan, adalah konsep tentang adanya proporsionalitas yang telah lama menjadi metode berfikir ala aswaja. Dengan demikian segala bentuk sikap amaliah, maqoliah dan haliah harus diilhami dengan visi keadilan

 

















Gambar 2 Aswaja sebagai Manhajul Fikri






 


NILAI DASAR PERGERAKAN (NDP)
PERGERAKAN MAHASISWA ISLAM INDONESIA

MUKADDIMAH
Berkat rahmat dan hidayah Allah SWT, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia berusaha menggali sumber nilai dan potensi insan warga pergerakan untuk dimodifikasi di dalam tatanan nilai baku yang kemudian menjadi citra diri yang diberi nama Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII. Hal ini dibutuhkan di dalam memberikan kerangka, arti dan motivasi dan wawasan pergerakan dan sekaligus memberikan dasar pembenar terhadap apa saja yang akan dan mesti dilakukan untuk mencapai cita-cita perjuangan sesuai dengan maksud didirikannya organisasi ini.
Insaf dan sadar bahwa semua itu adalah keharusan bagi setiap fungsionaris maupun anggota PMII untuk memahami dan menginternalisasikan nilai dasar PMII itu, baik secara orang perorang maupun bersama-sama.

ARTI, FUNGSI, DAN KEDUDUKAN
1.     Arti :
Secara esensial Nilai Dasar Pergerakan ini adalah suatu sublimasi nilai ke-Islaman dan ke-Indonesiaan dengan kerangka pemahaman keagamaan Ahlussunnah wal jama’ah yang menjiwai berbagai aturan, memberi arah dan mendorong serta penggerak kegiatan-kegiatan PMII. Sebagai pemberi keyakinan dan pembenar mutlak, Islam mendasari dan menginspirasi Nilai Dasar Pergerakan ini meliputi cakupan aqidah, syari’ah dan akhlak dalam upaya kita memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat. Dalam upaya memahami, menghayati dan mengamalkan Islam tersebut, PMII menjadikan Ahlussunnah wal jama’ah sebagai pemahaman keagamaan yang paling benar.
2.     Fungsi :
i.           Landasan berpijak:
Bahwa NDP menjadi landasan setiap gerak langkah dan kebijakan yang harus dilakukan.
ii.          Landasan berpikir :
Bahwa NDP menjadi landasan pendapat yang dikemukakan terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi.
iii.        Sumber motivasi :
Bahwa NDP menjadi pendorong kepada anggota untuk berbuat dan bergerak sesuai dengan nilai yang terkandung di dalamnya.
3.     Kedudukan :
i.           Rumusan nilai-nilai yang seharusnya dimuat dan menjadi aspek ideal dalam berbagai aturan dan kegiatan PMII.
ii.          Landasan dan dasar pembenar dalam berpikir, bersikap, dan berprilaku.


RUMUSAN NILAI DASAR PERGERAKAN
1. TAUHID :
Meng-Esakan Allah SWT, merupakan nilai paling asasi yang dalam sejarah agama samawi telah terkandung sejak awal keberadaan manusia.
Allah adalah Esa dalam segala totalitas, dzat, sifat-sifat, dan perbutan-perbuatan-Nya. Allah adalah dzat yang fungsional. Allah menciptakan, memberi petunjuk, memerintah, dan memelihara alam semesta ini. Allah juga menanamkan pengetahuan, membimbing dan menolong manusia. Allah Maha Mengetahui, Maha Menolong, Maha Bijaksana, Hakim, Maha Adil, dan Maha Tunggal. Allah Maha Mendahului dan Maha Menerima segala bentuk pujaan dan penghambaan.
Keyakina seperti itu merupakan keyakinan terhadap sesuatu yang lebih tinggi dari pada alam semesta, serta merupakan kesadaran dan keyakinan kepada yang ghaib. Oleh karena itu, tauhid merupakan titik puncak, melandasi, memadu, dan menjadi sasaran keimanan yang mencakup keyakinan dalam hati, penegasan lewat lisan, dan perwujudan dalam perbuatan. Maka konsekuensinya Pergerakan harus mampu melarutkan nilai-nilai Tauhid dalam berbagai kehidupan serta terkomunikasikan dan merambah ke sekelilingnya. Dalam memahami dan mewujudkan itu, Pergerakan telah memiliki Ahlussunnah wal jama'ah sebagai metode pemahaman dan penghayatan keyakinan itu.

2. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALLAH.
Allah adalah Pencipta segala sesuatu. Dia menciptakan manusia dalam bentuk sebaik-baik kejadian dan menganugerahkan kedudukan terhormat kepada manusia di hadapan ciptaan-Nya yang lain.
Kedudukan seperti itu ditandai dengan pemberian daya fikir, kemampuan berkreasi dan kesadaran moral. Potensi itulah yang memungkinkan manusia memerankan fungsi sebagai khalifah dan hamba Allah. Dalam kehidupan sebagai khalifah, manusia memberanikan diri untuk mengemban amanat berat yang oleh Allah ditawarkan kepada makhluk-Nya. Sebagai hamba Allah, manusia harus melaksanakan ketentuan-ketentauan-Nya. Untuk itu, manusia dilengkapi dengan kesadaran moral yang selalu harus dirawat, jika manusia tidak ingin terjatuh ke dalam kedudukan yang rendah.
Dengan demikian, dalam kehidupan manusia sebagai ciptaan Allah, terdapat dua pola hubungan manusia dengan Allah, yaitu pola yang didasarkan pada kedudukan manusia sebagai khalifah Allah dan sebagai hamba Allah. Kedua pola ini dijalani secara seimbang, lurus dan teguh, dengan tidak menjalani yang satu sambil mengabaikan yang lain. Sebab memilih salah satu pola saja akan membawa manusia kepada kedudukan dan fungsi kemanusiaan yang tidak sempurna. Sebagai akibatnya manusia tidak akan dapat mengejawentahkan prinsip tauhid secara maksimal.
Pola hubungan dengan Allah juga harus dijalani dengan ikhlas, artinya pola ini dijalani dengan mengharapkan keridloan Allah. Sehingga pusat perhatian dalam menjalani dua pola ini adalah ikhtiar yang sungguh-sungguh. Sedangkan hasil optimal sepenuhnya kehendak Allah. Dengan demikian, berarti diberikan penekanan menjadi insan yang mengembangkan dua pola hubungan dengan Allah. Dengan menyadari arti niat dan ikhtiar, sehingga muncul manusia-manusia yang berkesadaran tinggi, kreatif dan dinamik dalam berhubungan dengan Allah, namun tetap taqwa dan tidak pongah Kepada Allah.
Dengan karunia akal, manusia berfikir, merenungkan dan berfikir tentang ke-Maha-anNya, yakni ke-Mahaan yang tidak tertandingi oleh siapapun. Akan tetapi manusia yang dilengkapi dengan potensi-potensi positif memungkinkan dirinyas untuk menirukan fungsi ke-Maha-anNya itu, sebab dalam diri manusia terdapat fitrah uluhiyah - fitrah suci yang selalu memproyeksikan tentang kebaikan dan keindahan, sehingga tidak mustahil ketika manusia melakukan sujud dan dzikir kepadaNya, Manusia berarti tengah menjalankan fungsi Al Quddus. Ketika manusia berbelas kasih dan berbuat baik kepada tetangga dan sesamanya, maka ia telah memerankan fungsi Arrahman dan Arrahim. Ketika manusia bekerja dengan kesungguhan dan ketabahan untuk mendapatkan rizki, maka manusia telah menjalankan fungsi Al Ghoniyyu. Demikian pula dengan peran ke-Maha- an Allah yang lain, Assalam, Al Mukmin, dan lain sebagainya. Atau pendek kata, manusia dengan anugrah akal dan seperangkat potensi yang dimilikinya yang dikerjakan dengan niat yang sungguh-sungguh, akan memungkinkan manusia menggapai dan memerankan fungsi-fungsi Asma'ul Husna.
Di dalam melakukan pekerjaannya itu, manusia diberi kemerdekaan untuk memilih dan menentukan dengan cara yang paling disukai. 14) Dari semua pola tingkah lakunya manusia akan mendapatkan balasan yang setimpal dan sesuai yang diupayakan, karenanya manusia dituntut untuk selalu memfungsikan secara maksimal kemerdekaan yang dimilikinya, baik secara perorangan maupun secara bersama-sama dalam konteks kehidupan di tengah-tengah alam dan kerumunan masyarakat, sebab perubahan dan perkembangan hanyalah milikNya, oleh dan dari manusia itu sendiri.15)
Sekalipun di dalam diri manusia dikaruniai kemerdekaan sebagai esensi kemanusiaan untuk menentukan dirinya, namun kemerdekaan itu selalu dipagari oleh keterbatasan-keterbatasan, sebab perputaran itu semata-mata tetap dikendalaikan oleh kepastian-kepastian yang Maha Adil lagi Maha Bijaksana,yang semua alam ciptaanNya ini selalu tunduk pada sunnahNya, pada keharusan universal atau takdir. 16 ) Jadi manusia bebas berbuat dan berusaha ( ikhtiar ) untuk menentukan nasibnya sendiri, apakah dia menjadi mukmin atau kafir, pandai atau bodoh, kaya atau miskin, manusia harus berlomba-lomba mencari kebaikan, tidak terlalu cepat puas dengan hasil karyanya. Tetapi harus sadar pula dengan keterbatasan- keterbatasannya, karena semua itu terjadi sesuai sunnatullah, hukum alam dan sebab akibat yang selamanya tidak berubah, maka segala upaya harus diserrtai dengan tawakkal. Dari sini dapat dipahami bahwa manusia dalam hidup dan kehidupannya harus selalu dinamis, penuh dengan gerak dan semangat untuk berprestasi secara tidak fatalistis. Dan apabila usaha itu belum berhasil, maka harus ditanggapi dengan lapang dada, qona'ah (menerima) karena disitulah sunnatullah berlaku. Karenanya setiap usaha yang dilakukan harus disertai dengan sikap tawakkal kepadaNya. 17 )

3. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN MANUSIA
Kenyataan bahwa Allah meniupkan ruhNya kepada materi dasar manusia menunjukan , bahwa manusia berkedudukaan mulia diantara ciptaan-ciptaan Allah.
Memahami ketinggian eksistensi dan potensi yang dimiliki manusia, anak manusia mempunyai kedudukan yang sama antara yang satu dengan yang lainnya. Sebagai warga dunia manusia adalah satu dan sebagai warga negara manusia adalah sebangsa , sebagai mukmin manusia adalah bersaudara. 18)
Tidak ada kelebihan antara yang satu dengan yang lainnya , kecuali karena ketakwaannya. Setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan, ada yang menonjol pada diri seseorang tentang potensi kebaikannya , tetapi ada pula yang terlalu menonjol potensi kelemahannya, agar antara satu dengan yang lainnya saling mengenal, selalu memadu kelebihan masing-masing untuk saling kait mengkait atau setidaknya manusia harus berlomba dalam mencari dan mencapai kebaikan, oleh karena itu manusia dituntut untuk saling menghormati, bekerjasama, tolong menolong, menasehati, dan saling mengajak kepada kebenaran demi kebaikan bersama.
Manusia telah dan harus selalu mengembangkan tanggapannya terhadap kehidupan. Tanggapan tersebut pada umumnya merupakan usaha mengembangkan kehidupan berupa hasil cipta, rasa, dan karsa manusia. Dengan demikian maka hasil itu merupakan budaya manusia, yang sebagian dilestarikan sebagai tradisi, dan sebagian diubah. Pelestarian dan perubahan selalu mewarnai kehidupan manusia. Inipun dilakukan dengan selalu memuat nilai-nilai yang telah disebut di bagian awal, sehingga budaya yang bersesuaian bahkan yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai tersebut dilestarikan, sedang budaya yang tidak bersesuaian diperbaharui.
Kerangka bersikap tersebut mengisyaratkan bergerak secara dinamik dan kreatif dalam kehidupan manusia. Manusia dituntut untuk memanfaatkan potensinya yang telah dianugerahkan oleh Allah SWT. Melalui pemanfaatan potensi diri itu justru manusia menyadari asal mulanya, kejadian, dan makna kehadirannya di dunia.
Dengan demikian pengembangan berbagai aspek budaya dan tradisi dalam kehidupan manusia dilaksanakan sesuai dengan nilai dalam hubungan dengan Allah, manusia dan alam selaras dengan perekembangan kehidupandan mengingat perkembangan suasana. Memang manusia harus berusaha menegakan iman, taqwa dan amal shaleh guna mewujudkan kehidupan yang baik dan penuh rahmat di dunia. Di dalam kehidupan itu sesama manusia saling menghormati harkat dan martabat masing-masing , berderajat, berlaku adil dan mengusahakan kebahagiaan bersama. Untuk diperlukan kerjasama yang harus didahului dengan sikap keterbukaan, komunikasi dan dialog antar sesama. Semua usaha dan perjuangan ini harus terus -menerus dilakukan sepanjang sejarah.
Melalui pandangan seperti ini pula kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara dikembangkan. Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara merupakan kerelaan dan kesepakatan untuk bekerja sama serta berdampingan setara dan saling pengertian. Bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dimaksudkan untuk mewujudkan cita-cita bersama : hidup dalam kemajuan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan. Tolok ukur bernegara adalah keadilan, persamaan hukum dan perintah serta adanya permusyawaratan.
Sedangkan hubungan antara muslim dan non muslim dilakukan guna membina kehidupan manusia dengan tanpa mengorbankan keyakinan terhadap universalitas dan kebenaran Islam sebagai ajaran kehidupan paripurna. Dengan tetap berpegang pada keyakinan ini, dibina hubungan dan kerja sama secara damai dalam mencapai cita-cita kehidupan bersama ummat manusia.
Nilai -nilai yang dikembangkan dalam hubungan antar manusia tercakup dalam persaudaraan antar insan pergerakan , persaudaraan sesama Islam , persaudaraan sesama warga bangsa dan persaudaraan sesama ummat manusia . Perilaku persaudaraan ini , harus menempatkan insan pergerakan pada posisi yang dapat memberikan kemanfaatan maksimal untuk diri dan lingkungan persaudaraan.

4. HUBUNGAN MANUSIA DENGAN ALAM
Alam semesta adalah ciptaan Allah SWT. 19) Dia menentukan ukuran dan hukum-hukumnya.20) Alam juga menunjukan tanda-tanda keberadaan, sifat dan perbuatan Allah. 21) Berarti juga nilai tauhid melingkupi nilai hubungan manusia dengan alam .
Sebagai ciptaan Allah, alam berkedudukan sederajat dengan manusia. Namun Allah menundukan alam bagi manusia , 22) dan bukan sebaliknya . Jika sebaliknya yang terjadi, maka manusia akan terjebak dalam penghambaan terhadap alam , bukan penghambaan terhadap Allah. Karena itu sesungguhnya berkedudukan sebagai khalifah di bumi untuk menjadikan bumi maupun alam sebagai obyek dan wahana dalam bertauhid dan menegaskan dirinya. 23)
Perlakuan manusia terhadap alam tersebut dimaksudkan untuk memakmurkan kehidupan di dunia dan diarahkan kepada kebaikan di akhirat, 24) di sini berlaku upaya berkelanjutan untuk mentransendensikan segala aspek kehidupan manusia. 25) Sebab akhirat adalah masa masa depan eskatologis yang tak terelakan . 26) Kehidupan akhirat akan dicapai dengan sukses kalau kehidupan manusia benar-benar fungsional dan beramal shaleh. 27)
Kearah semua itulah hubungan manusia dengan alam ditujukan . Dengan sendirinya cara-cara memanfaatkan alam , memakmurkan bumi dan menyelenggarakan kehidupan pada umumnya juga harus bersesuaian dengan tujuan yang terdapat dalam hubungan antara manusia dengan alam tersebut. Cara-cara tersebut dilakukan untuk mencukupi kebutuhan dasar dalam kehidupan bersama. Melalui pandangan ini haruslah dijamin kebutuhan manusia terhadap pekerjaan ,nafkah dan masa depan. Maka jelaslah hubungan manusia dengan alam merupakan hubungan pemanfaatan alam untuk kemakmuran bersama. Hidup bersama antar manusia berarti hidup dalam kerja sama , tolong menolong dan tenggang rasa.
Salah satu hasil penting dari cipta, rasa, dan karsa manusia yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Manusia menciptakan itu untuk memudahkan dalam rangka memanfaatkan alam dan kemakmuran bumi atau memudahkan hubungan antar manusia . Dalam memanfaatkan alam diperlukan iptek, karena alam memiliki ukuran, aturan, dan hukum tertentu; karena alam ciptaan Allah bukanlah sepenuhnya siap pakai, melainkan memerlukan pemahaman terhadap alam dan ikhtiar untuk mendayagunakannya.
Namun pada dasarnya ilmu pengetahuan bersumber dari Allah. Penguasaan dan pengembangannya disandarkan pada pemahaman terhadap ayat-ayat Allah. Ayat-ayat tersebut berupa wahyu dan seluruh ciptaanNya. Untuk memahami dan mengembangkan pemahaman terhadap ayat-ayat Allah itulah manusia mengerahkan kesadaran moral, potensi kreatif berupa akal dan aktifitas intelektualnya. Di sini lalu diperlukan penalaran yang tinggi dan ijtihad yang utuh dan sistimatis terhadap ayat-ayat Allah, mengembangkan pemahaman tersebut menjadi iptek, menciptakan kebaruan iptek dalam koteks ke,manusiaan, maupun menentukan simpul-simpul penyelesaian terhadap masalah-masalah yang ditimbulkannya. Iptek merupakan perwujudan fisik dari ilmu pengetahuan yang dimiliki manusia, terutama digunakan untuk memudahkan kehidupan praktis.
Penciptaan, pengembangan dan penguasaan atas iptek merupakan keniscayaan yang sulit dihindari. Jika manusia menginginkan kemudahan hidup, untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama bukan sebaliknya. Usaha untuk memanfaatkan iptek tersebut menuntut pengembangan semangat kebenaran, keadilan , kmanusiaan dan kedamaian. Semua hal tersebut dilaksanakan sepanjang hayat, seiring perjalanan hidup manusia dan keluasan iptek. Sehingga, berbarengan dengan keteguhan iman-tauhid, manusia dapat menempatkan diri pada derajat yang tinggi

PENUTUP
Itulah Nilai Dasar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang dipergunakan sebagai landasan teologis normatif, etis dan motivatif dalam pola pikir, pola sikap dan pola perilaku warga PMII, baik secara perorangan maupun bersama-sama dan kelembagaan. Rumusan tersebut harus selalu dikaji dan dipahami secara mendalam, dihayati secara utuh dan terpadu, dipegang secara teguh dan dilaksanakan secara bijaksana.
Dengan Nilai Dasar Pergerakan tersebut dituju pribadi muslim yang berbudi luhur , berilmu, bertaqwa, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya, yaitu sosok ulul albab Indonesia yang sadar akan kedudukan dan peranannya sebagai khalifah Allah di bumi dalam jaman yang selalu berubah dan berkembang , beradab, manusiwi, adil penuh rahmat dan berketuhanan.

0 komentar:

Selamat datang di gubuk kecil kami "PMII PK BUDI UTOMO" Tangan terkepal dan maju kemuka

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
Malang, Jawa Timur, Indonesia

Fans page